Ramadan tempo doeloe (5): Orang Kaya Baru (OKB)

Kami mulai belajar berpuasa semenjak dini, mungkin dari usia empat atau lima tahun. Meski hanya seperempat atau setengah hari. Mungkin berpuasa dua kali dalam sehari, dari subuh hingga makan siang, lalu berlanjut shift kedua hingga maghrib. Ketika mulai sekolah SD, kami bertiga sudah mampu mengkhatamkan puasa sebulan penuh, tanpa bolong.

Ini cukup menakjubkan untuk standar dusun kami dimana anak-anak sebaya bahkan lebih tua kebanyakan tidak berpuasa. Sepertinya sedikit sekali upaya orang tua mereka untuk mendidik mulai berpuasa, dengan alasan mereka masih kanak-kanak. Akibat pendidikan agama yang lemah ini, pada masa itu, didusun kami tidak sedikit dijumpai anak remaja bahkan orang dewasa yang mempertontonkan makan minum atau merokok disiang hari bulan puasa, ditempat terbuka. Entahlah sekarang, mudah-mudahan telah membaik.

Menjalankan puasa sebagai anak-anak dilingkungan permisif seperti sungguhlah berat. Kami mampu mengabaikan anak lain dan lingkungan yang tidak kondusif itu, namun bagaimanapun kami adalah anak-anak. Mengelola naluri untuk bermain adalah godaan terberat. Kami bukanlah anak-anak malang masa kini yang duduk disofa empuk dalam ruang berpenyejuk udara sambil terus menunduk menatap layar gadget. Bermain bagi kami adalah berada diluar rumah melakukan aktivitas penuh gerak dan menguras keringat. Berlari, berkejaran, melempar, bersembunyi, menghadang, melompat, meloncat, memanjat, meluncur, menangkap, bergelut, bertengkar, berkelahi dan menangis. Tidak ada yang mampu mencegah kami dari melakukan semua itu, tidak juga lapar dan dahaga.

Satu-satunya yang mampu kami siasati adalah melakukan permainan-permainan intensitas tinggi itu dipenghujung petang. Kami berhenti menjelang maghrib, biasanya setelah dijemput bapak atau Ibu untuk segera pulang. Langsung mandi dan kemudian bersila atau bersimpuh manis diruang tengah tepat dihadapan gelas berisi sirup ABC rasa jeruk hangat buatan Ibu. Dan tiba-tiba, jarum jam berdetak begitu lambatnya. Penantian bedug maghrib itu serasa tak bertepi.

Tahukah anda apa yang membuat kami setangguh itu? Ternyata ini semua tentang uang. Kami mungkin tegar dalam beberapa hal, tapi lunglai dibawah kipasan uang, persis seperti anda juga. Abak dan Ibu berjanji, untuk setiap satu hari kami berpuasa, akan diupah sebesar seratus rupiah per orang. Berpuasa penuh sebulan Ramadan berarti dua ribu sembilan ratus atau tiga ribu rupiah. Wow...jumlah yang sangat besar bagi kami. Apapun patut dilakukan untuk mendapatkannya. Dipagi hari raya kami merasa menjadi Orang Kaya Baru (OKB).

Comments

Popular posts from this blog

Lampu togok dan lampu strongkeng

Kopi cap "Rangkiang", kue sangko & saudagar tembakau

TV Pertama Kami (bagian 3)